26.11.11

Moga Bunda Disayang Allah


Satu lagi novel yang bisa membuat saya banjir air mata. Keindahan bahasanya mampu mengantarkan imajinasi saya meraskan perasaan tokoh-tokohnya. Membuka harapan, meyakinkan kalau celah untuk mengucap syukur itu pasti ada. Tuhan Maha Adil, kita manusia lah yang belum mampu menemukan titik keadilan tersebut.



Karang adalah anak yatim piatu yang dulunya tinggal di sebuah rumah singgah yang diasuh oleh Ibu Gendut beserta Almarhum suaminya. Karang tumbuh menjadi pribadi yang baik dan menyenangkan, serta sangat mencintai anak-anak. Setelah keluar dari rumah singgah, Karang beserta teman-temannya aktif dalam bidang sosial terutama dalam mengajar anak-anak baik yang mampu maupun tidak. Berbagai Taman Bacaan telah mereka dirikan, dan Karang pun dikenal sebagai sesosok malaikat yang selalu dapat membuat tiap anak-anak senang. Ia mampu memahami mereka sebagaimana ia memahami dirinya sendiri. Dengan kehadiranya saja anak-anak bisa tertawa, dengan sentuhannya saja anak yang tadinya menangis bisa diam dan kembali tentram.

Namun suatu kecelakaan telah merubah segalanya. Ketika sedang berwisata air dengan anak-anak didiknya,  cuaca buruk datang, kapal yang mereka tumpangi pun tidak mampu melawan kerasnya ombak di lautan. Kecelakaan tidak dapat dihindarkan, akibatnya 18 anak tidak bisa tertolong, termasuk Qintan, anak yang sangat disayangi Karang. Qintan meninggal dalam pelukan Karang, dan kenangan ini sangat memukul dirinya. Meski bebas dari jeratan hukum sebagai orang yang bertanggung jawab akan kecelakaan tersebut, Karang tidak mampu memaafkan dirinya sendiri. Selama tiga tahun ia menghukum dirinya dengan mengurung diri, berubah menjadi seorang yang sarkastik, mengucilkan diri dari kehidupan sosial, dan bahkan mengkonsumsi minuman keras agar dapat melupakan kesedihannya. Ia kembali tinggal bersama Ibu Gendut di rumah singgah, dan setiap hari kerjaannya hanya mabuk serta memaki sana-sini. Ia selalu dihantui oleh mimpi buruk mengenai kejadian tiga tahun lalu disetiap malam tidurnya... Dan menolak untuk membahas masa lalunya dengan siapapun.

Hingga suatu saat ketika ia menerima surat dan salah satu orang ternama di pulau itu, orang kaya yang memiliki anak tunggal bernama Melati yang berusia enam tahun. Bunda, panggilan ibu Melati, meminta Karang untuk membantu Melati yang ternyata selain buta, juga tuli semenjak kejadian tiga tahun lalu ketika kepalanya terkena pukulan Frisbee ketika mereka sekeluarga tengah berlibur ke pantai. Keterbatasan Melati membuatnya tidak mempunyai akses untuk belajar dan merasakan dunia luar, sehingga melati sering frustasi dan mengamuk.  Setiap marah ia selalu memecahkan barang-barang. Tim dokter dari segala penjuru dunia sudah coba didatangkan, namun mereka pun menyerah menghadapi Melati. Bunda dan Ayah Melati selalu berdoa dan mencoba segala cara untuk menyembuhkannya, tapi hasilnya selalu nihil. Melati sebenarnya anak yang lucu, baik dan sangat menggemaskan... Hingga kejadian mengerikan itu merenggut senyumnya, merubah seluruh tabiat Melati menjadi anak yang sangat menyedihkan. Melati tidak mampu melakukan apa-apa, karena memang ita tidak bisa untuk mempelajarinya. Ia tak bisa mendengar, juga tak bisa melihat, yang otomatis membuatnya menjadi bisu pula. Bunda selalu mencari cara agar bocah kecilnya bisa kembali ceria seperti dulu kala. Selayaknya seorang ibu, ia sangat menyayangi putri kecinya itu, dan selalu berusaha dan berdoa kepada Allah untuk kemajuan putrinya.

Karang awalnya tidak tertarik untuk membantu Melati, namun setelah dibujuk sana-sini, ia akhirnya mau datang melihat keadaan Melati. Dan setelah melihat bocah kecil yang lugu itu... Perasaan ingin membantunya timbul. Semangatnya untuk anak-anak yang selama tiga tahun ini hilang, muncul kembali. Akhirnya Karang bertekad ingin membatu Melati, dengan segala cara ia memutar otak mencoba segala cara agar Melati dapat belajar berkomunikasi... dengan segala keterbatasannya.


No comments:

Post a Comment

Drop some words :)